
Dengan
menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang.
Coretan ini saya
tuliskan disaat hati sibuk dengan dunia dan merasa di usia saya yang menginjak
24 tahun ini masihlah belum cukup bekal saya menuju mati dan akhirat. Sampai seorang
family meminjamkan sebuah buku yang
memang dari perawakannya tidak begitu tebal. Akan tetapi, dari judulnya saya
langsung tertarik. “The Power of Niat”
Mengungkapkan Kedasyatan Niat. Membuat saya bertanya tanya, sebenarnya apa
yang ada didalam buku ini.
Bisa dibilang, bukan
juga buku yang popular seperti novel-novel motivasi atau buku agama yang lebih
popular lainnya. Lalu mulailah saya membaca halaman dan halaman buku ini. Subhanallah, hanya dengan membacanya
saja mampu membuat saya berpikir dua kali untuk sebuah niat, sesuatu yang
sepele kesannya, tetapi ternyata sangat substansial. Buku karangan Muhammad
Yusuf Alkaf ini mampu memberikan ulasan singkat, namun cerdas dan talk to point menyentuh qalbu. Membuat
kita terpekur akan esensi niat meskipun dalam bukunya yang singkat. Beliau
sendiri banyak terinspirasi dari sebuah kitab berjudul Kitabun Niyyat karangan Habib Muhammad bin Alwi al-Idrus (Habib
Sa’ad) yang memang telah menelorkan buku-buku yang menarik dan penulisan yang
unit.
Atas dasar itulah saya
berniat menuliskan ulasan saya tentang isi buku ini yang sebenarnya hanyalah
intisari dari buku tersebut diatas. Agar dapat dibaca dan bermanfaat untuk saudara-saudari
muslimin dan muslimat serta pembaca dimanapun berada. InsyaAllah.
Oleh karenanya,
kebenaran yang tertulis di dalam ulasan ini adalah buah karya dari pengarang
dan beberapa ulama yang kitabnya dijadikan rujukan oleh beliau. Jikalau ada
kejanggalan dari ulasan ini,baik dari segi ini,penulisan dan pemilihan bahasa,
maka itu adalah murni dari kelalaian saya. Dan penulis dengan terbuka menerima
kritik dan sarannya.
Apa
itu niat?
“Niat seorang Mukmin
lebih baik dari pekerjaan (badan)nya” (H.R. Thabrani (5942)
Qalbu(hati) merupakan
bagian paling special dari tiap diri manusia. Iman yang merupakan ibadah paling
utama hanya bisa dilakukan olehnya. Hati menjadi barometer kemuliaan seseorang
di sisi Allah. Bukan harta atau rupa tetapi hatilah yang menentukan harga diri
tiap manusia.
Jika hati baik, maka
badannya menjadi baik, dan sebaliknya apabila hatinya buruk, maka otomatis
buruklah pula badannya. Jadi bukanlah hal yang aneh jika niat menjadi amal yang
special karena timbul dari yang special pula. Hal yang hanya dapat dilakukan
oleh bagian tubuh bernama hati.
Bukan itu saja, niat
adalah satu-satunya amal yang tidak memiliki resiko kerugian. Dia terlindung
dari virus riya’ (melakukan ibadah
dengan tujuan pamer) karena tidak ada yang mengetahui isi hati seseorang
kecuali dirinya sendiri.
Keistimewaan yang lain
adalah dari segi kemandiriannya, artinya meskipun tanpa disertai amalan yang
dilakukan anggota badan, ia masih bermanfaat bagi pelaku niat tersebut.
Sebaliknya, jika pekerjaan dari fisik selalu berasal dari niat, tanpa disertai
niat, sebuah pekerjaan tidak akan bermanfaat bagi pelakunya.
Tahukah kita? Mengapa
kelak di akhirat orang mukmin bisa hidup kekal di surga padahal hanya beribadah
di hidupnya yang hanya sebentar. Begitu pula sebaliknya dengan orang kafir.
Jawabannya adalah niat. Seorang mukmin berniat senantiasa beriman jika ia hidup
sepanjang masa. Oleh karena itu, diberikanlah balasan surga selama-lamanya
pula. Bagaimana dengan seorang kafir? Terntulah sudah jelas jawabannya jika tak
ada taubatan dari dirinya.
Niat
: Pedang Bermata Dua
Niat bisa menjadi
pedang bermata dua. Jika digunakan secara benar dengan niat yang baik. Maka
akan menjaga pemiliknya dari serangan musuh (salah satunya penyakit hati dan
virus-virus hati lainnya). Tapi jika tak berhati hati, justru dapat melukai
pemiliknya.
Dalam sebuah riwayat sedikit
ceritakan tentang kisah kakak adik yang tinggal dalam satu rumah berlantai dua.
Sang kakak kerap bermaksiat tinggal di rumah lantai satu. Dan adik yang gemar
beribadah tinggal dirumah lantai dua.
Suatu hari,iblis datang
menggoda sang adik yang gemar beribadah dan berkata:
Betapa kasihan dirimu, kamu telah menghabiskan umurmu dan menyiksa badanmu dengan menahan hawa nafsu. Maka bebaskanlah dirimu sejenak dengan mengikuti hawa nafsumu.”
Betapa kasihan dirimu, kamu telah menghabiskan umurmu dan menyiksa badanmu dengan menahan hawa nafsu. Maka bebaskanlah dirimu sejenak dengan mengikuti hawa nafsumu.”
Mendengar bisikan iblis
tersebut, sang adik tergoda dan berkata pada dirinya.
" Sepertinya aku ingin turun ke tempat kakakku di lantai satu dan melakukan kenikmatan kenikmatan seperti yang ia lakukan. Lepas itu, aku akan bertaubat”
" Sepertinya aku ingin turun ke tempat kakakku di lantai satu dan melakukan kenikmatan kenikmatan seperti yang ia lakukan. Lepas itu, aku akan bertaubat”
Di lantai bawah, sang kakak tersadar dari
mabuknya dan mendapatkan dirinya dalam keadaan mengenaskan dengan baju basah
kuyup dan badan tergeletak di bawah. Ia berkata “Aku telah menyia-nyiakan umurku dalam jurang kemaksiatan, sedangkan
adiku tengah menjalani kenikmatan dengan beribadah kepada Allah.” Ia lalu bertaubat dan berniat baik dengan
menaiki tangga menuju lantai kedua guna melakukan ibadah sebagaimana sang adik.
Dalam waktu bersamaan,
sang adik yang menuju lantai satu guna melakukan maksiat terjatuh dan menimpa
kakak yang berniat taubat,mereka terjatuh dari tangga dan keduanya meninggal.
Maka sang adik yang gemar beribadah dikumpulkan dengan orang-orang maksiat atas
dasar niat maksiatnya. Sementara kakak yang kerap bermaksiat dikumpulkan dengan
orang-orang mukmin atas dasar niat ibadahnya. (Muhammad Ibn Abdullah al-Jurdani dalam Yusuf Alkaf, The Power Of niat, hlm :20)
Dengan keistimewaan
yang dimilikinya, ulama terdahulu memberi apresiasi yang tinggi terhadap niat,
bahkan mengajarkan esensi niat kepada putra putrinya sebagaimana mengajarkan
surat Al Fatihah.
Manajemen
Niat
Pastilah timbul
pertanyaan di rekan-rekan pembaca, apakah semua lintasan dalam hati yang dating
silih berganti antara baik dan buruk dikatakan sebagai niat sehingga pemiliknya
bisa menerima pahala atau dosa? Hal yang sama, juga saya lontarkan dalam hati
ketika saya membaca buku ini.
Jawaban dari buku ini
adalah tidak. Hal itu dikarenakan lintasan yang ada pada hati manusia beraneka
ragam dan dapat diklasifikasikan dalam lima tingkatan yang berbeda, sebagaimana
dijelaskan oleh Imam Taqiyyud-Din as-Subki.
Pertama disebut al hajis, yang berarti lintasan lintasan
perasaaan yang memasuki hati. Kedua adalah al-khatir
yang bermakna lintasan dalam hati yang timbul adanya lintasan yang pertama.
Ketiga adalag haditsun-nafsi yang
berarti keragu-raguan yang timbul di dalam hati, apakah melakukan atau tidak.
Keempat adalah al hammu, yang
bberarti keputusan hati untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Kelima adalah al-uzmu yang berarti keputusan hati dan
kemauan kuat untuk melakukan pekerjaan itu.
Untuk kategori pertama,
kedua dan ketiga tidak berakibat dosa bagi seseorang. Sedangkan untuk
klasifikasi ke empat maka orang akan diberi pahala apabila itu baik dan untuk
yang mempunyai niat buruk tetapi dia urung melakukannya, maka tidak dicatatkan
sebagai dosa (menurut hadis riwayat
Bukhari (6491) dan Muslim (355) ). Untuk pandangan yang terakhir ini, oleh
sebagian ulama Al Muhaqqiqun, setiap
manusia yang mempunyai niat yang baik maka
akan dicatat sebagai amal, sedangkan bagi yang buruk akan dicatat
sebagai dosa meskipun dia tak melakukannya. (didasarkan hadis Abi Bakrah).
Lalu bagaimana agar
kita selalu dalam naungan niat yang positif? Berinteraksi dengan hal-hal yang
baik dan selalu berpikiran positif menjadikan kita menjadi makhluk yang selalu
berniat mencapai ridlo Allah.
Yang
Halal Tak Menjadikan Sesuatu yang Haram (Begitu juga sebaliknya)
Lalu apakah niat yang
baik dapat menghalalkan cara yang buruk? Tentu saja tidak. Niat baik (shalihah) hanya akan bermanfaat bagi
amal perbuatan yang baik pula.
Menyelam
Sambil Minum Air
Kegiatan yang terkesan
biasa dan mubah, bahkan bisa mendapatkan nilai esensi amal yang wajib.
Bagaimana caranya, seperti duduk di masjid. Tentulah berbeda niat hanya untuk
duduk duduk tanpa alasan dibandingkan dengan niatan yang jelas, dengan duduk di
masjid dengan niatan iktikaf sambil mendengarkan orang-orang yang membaca Al
Qur’an, menjaga badan dari hal hal tidak berguna, memanfaatkan waktu untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah, dan niat-niat positif lainnya.
Ringkasnya, seseorang yang hanya melakukan
satu amal kebaikan disertai dengan banyak niat yang baik bersamaan, seperti menyelam sambil minum air, atau sekali dayung, dua tiga pula terlampaui.
Menjadikan
Hal Biasa menjadi Istimewa
Makan, merupakan hal
biasa yang kita lakukan setiap hari. Tapi sadarkah kita bahwa yang sekedar
makan bisa menjadi istimewa apabila memiliki niatan yang istimewa. Makan tak
hanya untuk mengentaskan rasa lapar, tapi juga dapat diniatkan dengan beberapa
hal. Misalkan:
- Berniat mensyukuri nikmat dari Allah
- Berniat untuk semakin memperkuat badan demi beribadah kepada Allah,
- Berniat mentaati perintah Allah (…Makan dan minumlah dari rejeki (yang diberikan) Allah... Q.S Al Baqarah : 60)
- Berniat menjaga kesehatan tubuh.
Begitu juga dengan
kegiatan kegiatan kita sehari hari, dalam bekerja,bepergian, memandang,
bersikap, bahkan dalam menggapai cita cita dan keinginan.
Tentang keingininan,
dalam sebuah riwayat lain, diceritakan seorang bani israil yang melewati sebuah
tumpukan pasir, pada waktu itu sedang dalam masa kekeringan dan paceklik
pangan. Ia lalu berkata dalam hati “Seandainya
tumpukan pasir ini adalah makanan, maka akan aku bagikan kepada orang-orang”.
Lalu Allah menyampaikan wahyu kepada nabi yang diutus pada waktu itu agar
berkata pada laki-laki tersebut “Sesungguhnya
Allah telah menerima sedekahmu dan memuji niat baiknmu, Allah telah memberimu
pahala dari pasir yang seandainya menjadi makanan dan engkau sedekahkan.”
Subhanallah…
Lalu bagaimana niat baik yang dijalankan?
…dan
Barangsiapa berniat untuk melakukan amal kebaikan lalu ia laksanakan, maka
dicatat baginya sepuluh (pahala) kebaikan hingga 700 kali lipat… (cuplikan H.R
Muslim (345) dalam Yusuf Alkaf,The Power of Niat hlm: 12)
Betapa mudahnya
menjalankan syariah Islam,dengan niat yang baik, kita membentuk habbit kita untuk selalu baik. Dengan
ilmu amaliyah bathiniyah, insyaAllah akan mampu menghindari
penyakit hati dan mengobatinya. Hal ini agar berpatokan pada ilmu, amal, wara’, khauf pada Allah dan
ikhlas hanya kepada-Nya demi Ridlo kekasih kita Allah SWT.
Kiranya demikian ulasan
yang hanya sekelumit ini, ibarat tetesan air di lautan ilmu yang sangat luas.
Semoga dapat menjadikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Sebab niat
adalah sesuatu yang sangat luas, tak cukup hanya dituliskan dalam beberapa
lembar halaman blog ini saja.
Oleh karenanya,mari kita
niatkan setiap lembaran kegiatan kita untuk hal yang di niatkan kepada Allah,
Rasul, para sahabat, para ulama, serta salafus shalih demi mencapai kemanfaatan
umat.
Akhirnya, saya berdoa,
semoga tujuan terpenting dalam penulisan ulasan ini dapat mendpatkan Ridlo
Allah SWT dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya baik di dunia dan di
akhirat kelak.Amin ya Rabb.
10 Mei 2013
Hapsari Citra Karina
Tweet : @hapsari_citra
| email : hapsaricitra_karina@yahoo.com | hapsari.syakief@gmail.com