Kamis, 09 Mei 2013

The Power Of Niat



Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang.


Coretan ini saya tuliskan disaat hati sibuk dengan dunia dan merasa di usia saya yang menginjak 24 tahun ini masihlah belum cukup bekal saya menuju mati dan akhirat. Sampai seorang family meminjamkan sebuah buku yang memang dari perawakannya tidak begitu tebal. Akan tetapi, dari judulnya saya langsung tertarik. “The Power of Niat” Mengungkapkan Kedasyatan Niat. Membuat saya bertanya tanya, sebenarnya apa yang ada didalam buku ini.

Bisa dibilang, bukan juga buku yang popular seperti novel-novel motivasi atau buku agama yang lebih popular lainnya. Lalu mulailah saya membaca halaman dan halaman buku ini. Subhanallah, hanya dengan membacanya saja mampu membuat saya berpikir dua kali untuk sebuah niat, sesuatu yang sepele kesannya, tetapi ternyata sangat substansial. Buku karangan Muhammad Yusuf Alkaf ini mampu memberikan ulasan singkat, namun cerdas dan talk to point menyentuh qalbu. Membuat kita terpekur akan esensi niat meskipun dalam bukunya yang singkat. Beliau sendiri banyak terinspirasi dari sebuah kitab berjudul Kitabun Niyyat karangan Habib Muhammad bin Alwi al-Idrus (Habib Sa’ad) yang memang telah menelorkan buku-buku yang menarik dan penulisan yang unit.

Atas dasar itulah saya berniat menuliskan ulasan saya tentang isi buku ini yang sebenarnya hanyalah intisari dari buku tersebut diatas. Agar dapat dibaca dan bermanfaat untuk saudara-saudari muslimin dan muslimat serta pembaca dimanapun berada. InsyaAllah.

Oleh karenanya, kebenaran yang tertulis di dalam ulasan ini adalah buah karya dari pengarang dan beberapa ulama yang kitabnya dijadikan rujukan oleh beliau. Jikalau ada kejanggalan dari ulasan ini,baik dari segi ini,penulisan dan pemilihan bahasa, maka itu adalah murni dari kelalaian saya. Dan penulis dengan terbuka menerima kritik dan sarannya.

Apa itu niat?

“Niat seorang Mukmin lebih baik dari pekerjaan (badan)nya” (H.R. Thabrani (5942)

Qalbu(hati) merupakan bagian paling special dari tiap diri manusia. Iman yang merupakan ibadah paling utama hanya bisa dilakukan olehnya. Hati menjadi barometer kemuliaan seseorang di sisi Allah. Bukan harta atau rupa tetapi hatilah yang menentukan harga diri tiap manusia.

Jika hati baik, maka badannya menjadi baik, dan sebaliknya apabila hatinya buruk, maka otomatis buruklah pula badannya. Jadi bukanlah hal yang aneh jika niat menjadi amal yang special karena timbul dari yang special pula. Hal yang hanya dapat dilakukan oleh bagian tubuh bernama hati.

Bukan itu saja, niat adalah satu-satunya amal yang tidak memiliki resiko kerugian. Dia terlindung dari virus riya’ (melakukan ibadah dengan tujuan pamer) karena tidak ada yang mengetahui isi hati seseorang kecuali dirinya sendiri.

Keistimewaan yang lain adalah dari segi kemandiriannya, artinya meskipun tanpa disertai amalan yang dilakukan anggota badan, ia masih bermanfaat bagi pelaku niat tersebut. Sebaliknya, jika pekerjaan dari fisik selalu berasal dari niat, tanpa disertai niat, sebuah pekerjaan tidak akan bermanfaat bagi pelakunya.

Tahukah kita? Mengapa kelak di akhirat orang mukmin bisa hidup kekal di surga padahal hanya beribadah di hidupnya yang hanya sebentar. Begitu pula sebaliknya dengan orang kafir. Jawabannya adalah niat. Seorang mukmin berniat senantiasa beriman jika ia hidup sepanjang masa. Oleh karena itu, diberikanlah balasan surga selama-lamanya pula. Bagaimana dengan seorang kafir? Terntulah sudah jelas jawabannya jika tak ada taubatan dari dirinya.

Niat : Pedang Bermata Dua

Niat bisa menjadi pedang bermata dua. Jika digunakan secara benar dengan niat yang baik. Maka akan menjaga pemiliknya dari serangan musuh (salah satunya penyakit hati dan virus-virus hati lainnya). Tapi jika tak berhati hati, justru dapat melukai pemiliknya.

Dalam sebuah riwayat sedikit ceritakan tentang kisah kakak adik yang tinggal dalam satu rumah berlantai dua. Sang kakak kerap bermaksiat tinggal di rumah lantai satu. Dan adik yang gemar beribadah tinggal dirumah lantai dua.

Suatu hari,iblis datang menggoda sang adik yang gemar beribadah dan berkata: 
Betapa kasihan dirimu, kamu telah menghabiskan umurmu dan menyiksa badanmu dengan menahan hawa nafsu. Maka bebaskanlah dirimu sejenak dengan mengikuti hawa nafsumu.”

Mendengar bisikan iblis tersebut, sang adik tergoda dan berkata pada dirinya. 
" Sepertinya aku ingin turun ke tempat kakakku di lantai satu dan melakukan kenikmatan kenikmatan seperti yang ia lakukan. Lepas itu, aku akan bertaubat”

Di  lantai bawah, sang kakak tersadar dari mabuknya dan mendapatkan dirinya dalam keadaan mengenaskan dengan baju basah kuyup dan badan tergeletak di bawah. Ia berkata “Aku telah menyia-nyiakan umurku dalam jurang kemaksiatan, sedangkan adiku tengah menjalani kenikmatan dengan beribadah kepada Allah.”  Ia lalu bertaubat dan berniat baik dengan menaiki tangga menuju lantai kedua guna melakukan ibadah sebagaimana sang adik.

Dalam waktu bersamaan, sang adik yang menuju lantai satu guna melakukan maksiat terjatuh dan menimpa kakak yang berniat taubat,mereka terjatuh dari tangga dan keduanya meninggal. Maka sang adik yang gemar beribadah dikumpulkan dengan orang-orang maksiat atas dasar niat maksiatnya. Sementara kakak yang kerap bermaksiat dikumpulkan dengan orang-orang mukmin atas dasar niat ibadahnya. (Muhammad Ibn Abdullah al-Jurdani dalam Yusuf Alkaf, The Power Of  niat, hlm :20)

Dengan keistimewaan yang dimilikinya, ulama terdahulu memberi apresiasi yang tinggi terhadap niat, bahkan mengajarkan esensi niat kepada putra putrinya sebagaimana mengajarkan surat Al Fatihah.

Manajemen Niat

Pastilah timbul pertanyaan di rekan-rekan pembaca, apakah semua lintasan dalam hati yang dating silih berganti antara baik dan buruk dikatakan sebagai niat sehingga pemiliknya bisa menerima pahala atau dosa? Hal yang sama, juga saya lontarkan dalam hati ketika saya membaca buku ini.

Jawaban dari buku ini adalah tidak. Hal itu dikarenakan lintasan yang ada pada hati manusia beraneka ragam dan dapat diklasifikasikan dalam lima tingkatan yang berbeda, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Taqiyyud-Din as-Subki.

Pertama disebut al hajis, yang berarti lintasan lintasan perasaaan yang memasuki hati. Kedua adalah al-khatir yang bermakna lintasan dalam hati yang timbul adanya lintasan yang pertama. Ketiga adalag haditsun-nafsi yang berarti keragu-raguan yang timbul di dalam hati, apakah melakukan atau tidak. Keempat adalah al hammu, yang bberarti keputusan hati untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Kelima adalah al-uzmu yang berarti keputusan hati dan kemauan kuat untuk melakukan pekerjaan itu.

Untuk kategori pertama, kedua dan ketiga tidak berakibat dosa bagi seseorang. Sedangkan untuk klasifikasi ke empat maka orang akan diberi pahala apabila itu baik dan untuk yang mempunyai niat buruk tetapi dia urung melakukannya, maka tidak dicatatkan sebagai dosa (menurut hadis riwayat Bukhari (6491) dan Muslim (355) ). Untuk pandangan yang terakhir ini, oleh sebagian ulama Al Muhaqqiqun, setiap manusia yang mempunyai niat yang baik maka  akan dicatat sebagai amal, sedangkan bagi yang buruk akan dicatat sebagai dosa meskipun dia tak melakukannya. (didasarkan hadis Abi Bakrah).

Lalu bagaimana agar kita selalu dalam naungan niat yang positif? Berinteraksi dengan hal-hal yang baik dan selalu berpikiran positif menjadikan kita menjadi makhluk yang selalu berniat mencapai ridlo Allah.

Yang Halal Tak Menjadikan Sesuatu yang Haram (Begitu juga sebaliknya)

Lalu apakah niat yang baik dapat menghalalkan cara yang buruk? Tentu saja tidak. Niat baik (shalihah) hanya akan bermanfaat bagi amal perbuatan yang baik pula.

Menyelam Sambil Minum Air

Kegiatan yang terkesan biasa dan mubah, bahkan bisa mendapatkan nilai esensi amal yang wajib. Bagaimana caranya, seperti duduk di masjid. Tentulah berbeda niat hanya untuk duduk duduk tanpa alasan dibandingkan dengan niatan yang jelas, dengan duduk di masjid dengan niatan iktikaf sambil mendengarkan orang-orang yang membaca Al Qur’an, menjaga badan dari hal hal tidak berguna, memanfaatkan waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, dan niat-niat positif lainnya. Ringkasnya,  seseorang yang hanya melakukan satu amal kebaikan disertai dengan banyak niat yang baik bersamaan, seperti menyelam sambil minum air, atau sekali dayung, dua tiga pula terlampaui.

Menjadikan Hal Biasa menjadi Istimewa

Makan, merupakan hal biasa yang kita lakukan setiap hari. Tapi sadarkah kita bahwa yang sekedar makan bisa menjadi istimewa apabila memiliki niatan yang istimewa. Makan tak hanya untuk mengentaskan rasa lapar, tapi juga dapat diniatkan dengan beberapa hal. Misalkan:
  1.        Berniat mensyukuri nikmat dari Allah
  2.     Berniat untuk semakin memperkuat badan demi beribadah kepada Allah,
  3.        Berniat mentaati perintah Allah (…Makan dan minumlah dari rejeki (yang diberikan) Allah... Q.S Al Baqarah  : 60)
  4.     Berniat menjaga kesehatan tubuh.

Begitu juga dengan kegiatan kegiatan kita sehari hari, dalam bekerja,bepergian, memandang, bersikap, bahkan dalam menggapai cita cita dan keinginan.

Tentang keingininan, dalam sebuah riwayat lain, diceritakan seorang bani israil yang melewati sebuah tumpukan pasir, pada waktu itu sedang dalam masa kekeringan dan paceklik pangan. Ia lalu berkata dalam hati “Seandainya tumpukan pasir ini adalah makanan, maka akan aku bagikan kepada orang-orang”
Lalu Allah menyampaikan wahyu kepada nabi yang diutus pada waktu itu agar berkata pada laki-laki tersebut “Sesungguhnya Allah telah menerima sedekahmu dan memuji niat baiknmu, Allah telah memberimu pahala dari pasir yang seandainya menjadi makanan dan engkau sedekahkan.”

Subhanallah… Lalu bagaimana niat baik yang dijalankan?
…dan Barangsiapa berniat untuk melakukan amal kebaikan lalu ia laksanakan, maka dicatat baginya sepuluh (pahala) kebaikan hingga 700 kali lipat… (cuplikan H.R Muslim (345) dalam Yusuf Alkaf,The Power of Niat hlm: 12)

Betapa mudahnya menjalankan syariah Islam,dengan niat yang baik, kita membentuk habbit kita untuk selalu baik. Dengan ilmu amaliyah bathiniyah, insyaAllah akan mampu menghindari penyakit hati dan mengobatinya. Hal ini agar berpatokan pada ilmu, amal, wara’, khauf pada Allah dan ikhlas hanya kepada-Nya demi Ridlo kekasih kita Allah SWT.

Kiranya demikian ulasan yang hanya sekelumit ini, ibarat tetesan air di lautan ilmu yang sangat luas. Semoga dapat menjadikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Sebab niat adalah sesuatu yang sangat luas, tak cukup hanya dituliskan dalam beberapa lembar halaman blog ini saja.

Oleh karenanya,mari kita niatkan setiap lembaran kegiatan kita untuk hal yang di niatkan kepada Allah, Rasul, para sahabat, para ulama, serta salafus shalih demi mencapai kemanfaatan umat.

Akhirnya, saya berdoa, semoga tujuan terpenting dalam penulisan ulasan ini dapat mendpatkan Ridlo Allah SWT dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya baik di dunia dan di akhirat kelak.Amin ya Rabb.


10 Mei 2013

Hapsari Citra Karina

Tweet : @hapsari_citra | email : hapsaricitra_karina@yahoo.com | hapsari.syakief@gmail.com